Selasa, 26 April 2011

JAFUNG PENYULUH KESMAS

Jabatan Fungsional PKM

Angka Kredit dan Rincian Jafung PKM

Angka Kredit :

*
Adalah angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai oleh seorang jafung PKM dalam mengerjakan butir kegiatan;
Adalah juga angka yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan / pangkat.

Rincian Kegiatan Jafung & Angka Kreditnya

1. PENDIDIKAN : A. Pendidikan Bergelar (2 kegiatan); B. Diklat dengan STTPL (5 jenis kegiatan).
2. KEGIATAN PKM : A. Mempersiapkan Kegiatan (11 kegiatan); B. Melaksanakan Advokasi Kes. (3 keg); C. Melaksanakan Peng-galangan Dukungan Sosial (4 Keg); D. Melaksanakan Penyuluhan Untuk Pemberdayaan Masyarakat (5 Keg).
3. PENGEMBANGAN PKM : A. Pengembangan Pedoman (3 keg); b. Merumuskan sistem Pengembangan Penyuluhan (2 keg); C. Mengembangkan Metode Penyuluhan (2 Keg).
4. PENGEMBANGAN PROFESI : A. Membuat karya tulis (5 Keg); B. Menerjemah / menyadur buku (3 Keg); C. Membuat buku pedoman; D. Mengembakan Teknologi Tepat guna.
5. PENUNJANG KEGIATAN PKM : A. Mengajar / melatih; B. Mengikuti seminar / lokakarya; C. Menjadi anggota Tim; D. Memperoleh tanda penghargaan; E. Menjadi anggota Profesi; F. Memperoleh gelar kesarjanaan lain; G. Menjadi anggota Tim penilai karya tentang Advokasi, Bina usaha, Gerakan masyarakat.

Pejabat yang Berwenang dan Tim Penilai dalam Jafung PKM

Pejabat yang berwenang dalam JAFUNG PKM :

1. SEKJEN KEMENKES : Bagi Jafung PKM Madya di dalam dan di luar lingkungan Kemenkes.
2. PIMPINAN INSTANSI : Bagi PKM Pelaksana s/d Penyelia, dan PKM Pertama s/d PKM muda di instansinya.
3. KAPUS PROMKES : Bagi PKM Pelaksana s/d Penyelia, dan PKM Pertama s/d PKM muda di Kemenkes.
4. KADINKES PROVINSI : Bagi PKM Pelaksana s/d Penyelia, dan PKM Pertama s/d PKM muda di Provinsinya.
5. KADINKES KAB/KOTA : Bagi PKM Pelaksana s/d Penyelia, dan PKM Pertama s/d PKM muda di Kabupaten/kota ybs.

Tim Penilai adalah :
TIM YANG DIBENTUK DAN DITETAPKAN OLEH PEJABAT YANG BERWENANG DALAM RANGKA MEMBANTU PENETAPAN ANGKA KREDIT PKM.






Jabatan Fungsional PKM

Mengapa dan Apa Kelebihan Jabfung PKM

Mengapa Perlu Jabfung PKM

* PARADIGMA SEHAT : Upaya promotif - preventif > kuratif -rehabilitatif.
* VISI INDONESIA SEHAT 2010 : Lingkungan dan perilaku sehat merupakan pilar utama.
* MISI PEMB.KES. : a.l. mendorong kemandirian masyarakat utnuk hidup sehat.
* STRATEGI : a.l. Profesionalisme, maka perlu tenaga profesional yang diwadahi dalam Jabatan Fungsional PKM.
* ORGANISASI : Ramping struktur kaya fungsi, maka jabfung PKM merupkan salah satu solusinya.
* PROMKES/PKM MERUPAKAN PROGRAM UNGGULAN : untuk memfasiltitasi kegiatan Advokasi, Sosialisasi, Pengembangan kemitraan, serta pemberdayaan masyarakat.

Beberapa Kelebihan / Peluang Jabfung PKM

* Peluang memperoleh kepangkatan lebih tinggi
* Peluang memperoleh kenaikan jabatan lebih cepat
* Peluang untuk meningkatkan profesional lebih luas
* Peluang utnuk mengembangkan gagasan/ide kreatif lebih luas
* Peluang dapat bekerja lebih mandiri
* Terbuka untuk ganti jalur ke jabatan struktural (apabila memungkinkan)



Jabatan Fungsional PKM

Persyaratan, Jenis, Tugas Pokok dan Tempat Bertugas Jafung PKM



Jabatan Fungsional PKM

Prosedur Pengangkatan Pertama Kali Jafung PKM

Keterangan :
Data Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) dari PKM kepada Pejabat Penetapan Angka Kredit Penyampaian SK Pengangkatan Penyampaian Tembusan SK Pengangkatan

JAFUNG PENYULUH KESMAS

Jabatan Fungsional PKM

Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM)

Jabatan Fungsional Secara Umum :
Adalah jabatan profesional sebagai pelaksana teknis fungsional pada unit tertentu.

Tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat :
Adalah pegawai negeri sipil yang diberi tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat/promosi kesehatan secara profesional.

Promosi Kesehatan / Penyuluhan Kesehatan Masyarakat :
Adalah proses pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan, dengan kegiatan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, sesuai kondisi dan potensi setempat, serta dengan cara mempengaruhi lingkungan melalui advokasi, bina suasana dan cara-cara lain yang memungkinkan.

Selasa, 12 April 2011

LAMPIT KIAN TERJEPIT

Industri kerajinan lampit di Kalimantan Selatan terpuruk. Hal itu akibat keterbatasan permodalan, ketatnya persaingan pasar, serta semakin sulitnya bahan baku rotan.
Denny Susanto
Sebuah truk parkir di tepi jalan di Desa Jumba, Kecamatan Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan (Kalsel). Beberapa pekerja sibuk memanggul gulungan tikar rotan berwarna putih kekuningan ke atas truk. Tikar dari rotan atau lampit-lampit tersebut akan dikirim ke wilayah Banjarmasin, ibu kota Kalsel, untuk kemudian dipasarkan. Kerajinan ini tidak hanya dipasarkan di wilayah Kalsel, tapi juga dipasok ke Pulau Jawa melalui Surabaya dan Jakarta.
"Ini pengiriman pertama dalam dua bulan terakhir," ucap Zainal Ariffin, perajin lampit di Desa Jumba. Ia mengeluhkan dalam beberapa tahun terakhir, industri rumah tangga pembuatan lampit yang bergerak melambat di desanya terus terpuruk. Pada masa jayanya di era 1980-an, usaha pembuatan lampit yang digelutinya secara turun-temurun itu mampu menghasilkan dua sampai tiga kali pengiriman dalam sebulan.
Namun, sekarang sejumlah industri rumah tangga pembuatan lampit di Desa Jumba telah tutup. Ada sejumlah desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang merupakan sentra industri rumah tangga pembuatan lampit. Hulu Sungai Utara sendiri memang dikenal sebagai sentra industri kerajinan seperti lampit, tikar purun, anyam-anyaman, dan kayu.
Desa-desa itu meliputi Palampitan, Jumba, Kota Raja, Jarang Kuantan, Harus, dan Telaga Silaba. Keterpurukan industri itu nasibnya nyaris sama dengan industri perkayuan akibat keterbatasan permodalan, ketatnya persaingan pasar, serta semakin sulitnya ba-han baku rotan. Semua itu membuat banyak usaha rakyat ini gulung tikar.
Proses pembuatan lampit sendiri cukup sulit. Bahan baku pembuatan lampit berasal dari rotan yang sudah tua.

Terlebih dahulu kulit pembungkus rotan yang masih dipenuhi duri dilepas, kemudian digosok pasir berstruktur halus dan air. "Ukuran rotan yang digunakan untuk pembuatan lampit berdiameter antara 0,5 cm sampai 1,5 cm dengan panjang berkisar 5 m sampai 25 m. Panjangnya rotan ini tergantung umurnya, semakin tua maka rotan akan semakin panjang," ujarnya.
Selain itu, rotan harus disikat supaya bersih. Setelah bersih rotan baru dipotong sesuai ukuran lampit yang dikehendaki. Rotan yang sudah dipotong kemudian dibelah dan dikeringkan. Lalu dilakukan pengeringan dan pelurusan (penjangatan). Peralatan yang digunakan ada yang secara tradisional atau menggunakan mesin.
Setelah melalui tahapan penyortiran, memisahkan bahan berdasarkan kualitas, barulah rotan diberi lobang (landasan) dan selanjutnya barulah dirangkai menjadi tikar sesuai keinginan. Pemda kurang peduli Anggota DPR RI asal Kalsel, Habib AboeBakar Al Habsy mengaku prihatin dengan kondisi terpuruknya industri rakyat pembuatan lampit. Ia khawatir jika tidak cepat diselamatkan, industri kerajinan rakyat ini akan punah. "Kurangnya kepedulian pemerintah daerah (pemda) untuk membina para perajin membuat semakin memurukkan industri kerajinan rakyat ini. Dari tahun ke tahun, perkembangan industri rotan dan lampit di Kalsel terus memudar," ucap Habib.
Ia mengemukakan produksi kerajinan lampit di Kalsel sempat mencapai 5 juta meter per tahun. Namun, sejak lesunya permintaan ekspor, produksi lampit menurun drastis, kini tinggal sekitar 200 ribu meter per tahun.
Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, saat ini permintaan ekspor produk kerajinan rotan dari daerah ini tinggal 30% jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebanyak 70 I lainnya diisi permintaan ekspor berupa rotan bulat maupun rotan setengah jadi.
Subardjo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, mengungkapkan sepanjang 2009 periode Januari-Agustus, volume ekspor rotan tinggal 4,1 ribu ton atau turun 16". ketimbang 008 yang mencapai 4,8 ribu ton.
"Demikian juga dengan nilai ekspor rotan, turun dari US$5,5 juta menjadi hanya US$5 juta."Pada masa jayanya hingga 2004, ekspor rotan asal Kalsel mencapai 6.139 ton dengan nilai US$8,484 juta.
Mayoritas ekspor untuk memenuhi permintaan China, sementara permintaan dari negara tujuan ekspor rotan seperti Jepang dan Korea justru menurun. Kondisi ini merupakan konsekuensi dilematis bagi iklim dunia usaha di Kalsel karena lesunya permintaan sehingga petani dan pengusaha berada pada posisi sulit. (N-l).
Bahan baku pembuatan lampit berasal dari rotan yang sudah tua. "Ukuran rotan yang digunakan untuk pembuatan lampit berdiameter antara 0,5 cm sampai 1,5 cm dengan panjang berkisar 5 m sampai 25 m. Panjangnya rotan ini tergantung umurnya, semakin tua maka rotan akan semakin panjang," ujarnya. Dari tahun ke tahun, perkembangan industri rotan dan lampit di Kalsel terus memudar," ucap Habib. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, saat ini permintaan ekspor produk kerajinan rotan dari daerah ini tinggal 30% jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebanyak 70 I lainnya diisi permintaan ekspor berupa rotan bulat maupun rotan setengah jadi. Subardjo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, mengungkapkan sepanjang 2009 periode Januari-Agustus, volume ekspor rotan tinggal 4,1 ribu ton atau turun 16". Mayoritas ekspor untuk memenuhi permintaan China, sementara permintaan dari negara tujuan ekspor rotan seperti Jepang dan Korea justru menurun.

Mesin Pengolah Dorong Industri Rotan
Kamis, 12 Oktober 2006 01:28:30


Amuntai, BPost

Tiga unit peralatan mesin pengolah rotan yang diberikan Dirjen Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian RI, diharapkan mampu membangkitkan industri rotan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, juga memperbaiki kualitas produk.


Jenis peralatan itu masing-masing satu unit mesin pembelah (split) yang dilengkapi delapan roller, mesin penipis kapasitas 40 kg per delapan jam, dan rattan weaving.

Wakil Bupati HSU, HM Welny, mengatakan tiga unit mesin itu masih menunggu kiriman dari pusat. "Diperkirakan Oktober sudah datang karena sudah ditenderkan," kata Welny yang juga Pembina UKM HSU.


Mesin pengolah ini, kata Welny, akan dikelola Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mandiri di Desa Jumba, Amuntai Selatan, karena di daerah tersebut sebagian besar perajin rotan masih eksis.
Dengan bantuan mesin itu, diharapkan membantu perajin meningkatkan kuantitas produksi maupun kualitas. Syamsuri, staf Bidang Perindustrian Dinas Perindagkop HSU, mengatakan perkembangan industri rotan, khususnya lampit, mengalami penurunan. "Dulu ratusan, kini hanya 30-an industri," ujarnya.


Merosotnya produksi di HSU ini, jelas dia, antara lain disebabkan persaingan dengan perajin negara seperti China. Produksi lampit dan anyaman rotan dari HSU pada masa kejayaannya 1980-1990-an merebut pasar luar negri seperti Jepang, China dan Korea. Masuknya produk China membuat produk HSU kalah bersaing dari segi kualitas.


Sampai saat ini, perajin HSU berupaya meningkat kualitas produk, meskipun kegiatan produksi terbatas pesanan pihak kedua (perusahaan pengekspor) kerajinan rotan di Banjarmasin.Dulu kegiatan pengiriman keluar negeri dilakukan sendiri oleh pengusaha pengolahan rotan di daerah ini.

"Sekarang tidak ada lagi. Mereka bekerjasama dengan perusahaan eksportir rotan di Banjarmasin. Perusahaan itulah yang memfasilitasi pesanan, jenis desain produk sampai pengadaan bahan baku rotannya. Perajin tinggal melaksanakan order itu," jelas Syamsuri. han

Rotan Terkendala Infrastruktur
Gagasan membangun industri mebel rotan di daerah-daerah penghasil bahan baku rotan, seperti Sulawesi dan Kalimantan, patut diapresiasi. Namun, usaha itu terkendala minimnya tenaga terampil dan infrastruktur sehingga biaya produksi dan pemasaran meroket.
Demikian tanggapan sejumlah pengusaha rotan dan mebel rotan secara terpisah dari sejumlah daerah, Senin (24/5), terkait mati surinya hasil rotan dan industri rotan di Tanah Air. Mereka yang memberikan tanggapan adalah Sabar Nagarimba Liem (Direktur PT Gimex), Julius Hoesan (Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia/APRI), dan Hatta Sinatra (Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia/AMKRI).
Pernyataan mereka diperkuat komentar Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Kepala Bidang Industri dan Usaha Mikro Kecil Menengah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan Hasan Tolaohu, serta Kepala Bidang Produksi dan Peredaran Hasil Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Burhan Lakuy.
Janji menteri
Menteri Perindustrian MS Hidayat, Senin di Jakarta, mengakui, masalah kebijakan industri rotan sudah menjadi jeritan yang berkepanjangan. Pemerintah berjanji akan lebih serius menangani masalah ini.
”Saya mau undang Menteri Perdagangan untuk duduk bersama mencari solusi terbaik supaya pemerintah daerah yang dituntut memperoleh pendapatan daerah juga dapat merasakan hasil jerih payah petaninya,” tutur Hidayat.
Adapun Ketua Umum Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia Ambar Polah Tjahyono menambahkan, pemerintah harus memberi perhatian pada sektor hulu dan hilir industri rotan. Tidak cukup hanya menerbitkan keputusan Menteri Perdagangan tentang ekspor rotan.
Menurut Ambar, pesaing Indonesia sudah mengampanyekan plastik dengan motif mirip rotan sehingga menggilas produk rotan Indonesia. Industri rotan tergeser rotan plastik.
Menurut Ambar ”rotan plastik” telah memicu jatuhnya ekspor produk rotan dari 325 juta dollar Amerika Serikat (2005) menjadi hanya 100 juta dollar AS (2009).
”Minimnya penyerapan rotan mengindikasikan riset dan pengembangan industri rotan lemah. Untuk itu, dukungan pemerintah dalam mengampanyekan produk rotan juga sangat dibutuhkan, terutama dalam pemasaran,” papar Ambar.
Sabar Nagarimba Liem mengingatkan, gagasan membangun industri mebel rotan di Sulawesi dilontarkan Departemen Perindustrian tahun 2008 saat kementerian itu dipimpin oleh Fahmi Idris. Tujuannya, memberdayakan masyarakat di daerah penghasil bahan baku serta menambah nilai produk rotan di pasaran ekspor.
Namun, gagasan itu tak didukung penyediaan tenaga terampil di bidang kerajinan rotan. Akibatnya, investor harus mendidik sendiri atau mendatangkan perajin rotan dari Jawa dengan ongkos tinggi.
Pertimbangan itu mendorong pengusaha mebel rotan memilih mendirikan pabrik di Jawa, terutama di Cirebon, Jawa Barat.

Listrik dan infrastruktur
Persoalan mendasar lain adalah tidak memadainya suplai listrik dan infrastruktur. Di Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, misalnya, investor enggan masuk karena tidak ada jaminan pasokan listrik.
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam mengatakan, suplai listrik untuk rumah tangga saja belum mencukupi, apalagi untuk industri. Karena itu, pihaknya terus mendesak agar pembangunan infrastruktur dan pasokan listrik dipercepat untuk mendukung industri di daerahnya. ”Konsumsi listrik hanya 45 persen dari kebutuhan rumah tangga, sedangkan untuk industri belum tersedia. Untuk kebutuhan sekarang masih kurang 52 megawatt,” kata Nur Alam sambil menegaskan, jika pemerintah serius ingin membangun industri mebel rotan di Sulawesi, seharusnya infrastruktur, sumber daya manusia, dan bahan pendukung dibangun dan diperbaiki.
Hatta Sinatra melihat, andai kata industri rotan bisa dibangun di Makassar atau Palu, tetap saja akan berbiaya tinggi sebab, dari sisi pengiriman barang, biaya pengapalan mebel dari Palu lebih mahal 750-1.000 dollar AS per kontainer dibandingkan dengan dari Jakarta. Sebab, pelabuhan di Palu tak laik disinggahi kapal kontainer tujuan luar negeri.
Meski sumber tanaman rotan ada di Sulawesi, rotan hanya mengisi 20 persen kebutuhan mebel. Komponen lain, seperti besi, sekrup, ampelas, dan cat, total nilainya mencapai 80 persen dari keseluruhan biaya.
Berdasarkan pantauan Kompas, di Sulawesi Tenggara—salah satu sentra penghasil bahan baku rotan—tidak ditemukan industri mebel rotan untuk kelas ekspor. Yang ada adalah industri setengah jadi dan itu pun kini gulung tikar.
Menurut data APRI Kabupaten Konawe, dari 33 usaha penggorengan (proses perebusan dengan minyak tanah), saat ini hanya tersisa enam.
Industri mebel rotan ekspor juga tak berkembang di Sulawesi Barat. Di Desa Keppe, Kecamatan Mambi, Kabupaten Mamasa, produk kerajinan rotan hanya sebatas tikar. Menurut Nahar, Sekretaris Desa Keppe, industri mebel rotan pun hanya mengandalkan pasar lokal. Itu pun menunggu pesanan.
Situasi serupa terjadi di Sulsel akibat minimnya tenaga kerja terampil. ”Tak ada yang mau mengajari warga dan memang mereka lebih senang berkebun atau mencari rotan di hutan,” kata Hamsring (40), pengepul rotan di Luwu Timur.
Kondisi serupa terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan. Industri rotan hanya merambah pasar lokal, sebagaimana penjelasan Pelaksana Tugas Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel Gusti Yasin Iqbal. Permintaan dari luar negeri relatif kecil sebab umumnya berupa peralatan tradisional lampit atau tikar.
Di Papua, jenis rotannya mengandung kadar air tinggi sehingga kurang laku. ”Hutan pantai Sorong dan Kaimana sumbernya,” kata Kepala Bidang Produksi dan Peredaran Hasil Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Burhan Lakuy.

TATA NIAGA KAYU ALALAK

Berbicara mengenai permasalahan kawasan industri kayu Alalak tidak terlepas dari 2(dua) kelurahan yaitu Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Utara Kecamatan Alalak Kota Banjarmasin dan 5(lima) desa yaitu Desa Berangas, Desa Berigin, Pulau Sugara, Alalak dan Pulau Semangi yang terdapat di kecamatan Alalak Kabupaten Batola.
Wilayah Alalak Besar yang terdiri dari kelurahan Alalak Selatan, Alalak Tengah dan Alalak Utara merupakan salah satu pemukiman tertua di Banjarmasin, nama kawasan ini sudah ada di dalam hikayat Banjar yang ditulis terakhir pada tahun 1663. Nama Alalak Besar dalam hikayat Banjar disebut Halalak sedangkan Desa Pulau Alalak kabupaten Batola merupakan desa dalam sebuah pulau (delta) yang disebut Pulau Alalak, dalam Hikayat Banjar disebut Pulau Halalak.
Masyarakat Alalak kebanyakan berprofesi sebagai pekerja kayu yang sudah dilakukan secara turun temurun beberapa generasi. Dikawasan ini banyak terdapat penggergajian kayu (sawmil dan bansaw) pembuatan kapal dan mebel.
Letaknya Alalak dari masa ke masa merupakan jalur distribusi perdagangan kayu dan perdagangan antar pulau
Mengingat Barito Kuala hanya memiliki 2,18 % kawasan hutan dan kotamadya Banjarmasin hanya memiliki hutan bakau, sehingga bisa dipastikan Kawasan Alalak tidak memiliki konsesi hutan untuk mensuplai bahan baku kayu.
Latar Belakang

Meskipun REI berusaha untuk mencari bahan alternatif pengganti kayu yang lebih murah selain untuk menekan harga pembangunan rumah tetapi juga keberadaan kayu dirasakan semakin langka namun bahan kayu bagi industri ini tetap saja dibutuhkan, begitu juga dengan industri meubel dan sejenisnya.

Sehingga sangatlah bijak jika instansi terkait menata kawasan Alalak karena:
Kayu merupakan kebutuhan primer yang masih diperlukan bagi pembangunan Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan
Industri kayu Alalak banyak menyerap tenaga kerja lokal yang bermukim di sepanjang Sungai Barito.

Permasalahan dan Solusi
Penyediaan Bahan Baku Dalam Jangka Pendek
Habisnya hutan juga malapetaka bagi warga lokal, bukan hanya bagi pemegang HPH. Akibat pasokan bahan baku yang mulai langka, semua industri terimbas. Bedanya, jika HPH sudah kenyang mengeruk hutan, industri kayu rakyat sejak dulu hingga sekarang hanya beroperasi sekadar untuk menghidupi keluarga pekerjanya saja.

Selain itu penyedian bahan baku yang selama ini didapatkan dari kayu limbah industri/kayu rijek ada juga yang berasal dari kayu hayutan Kalimantan Tengah yang dianggap sebagai hasil illegal logging atau penebangan hutan liar. Anggapan ini tentu saja tidak sepenuhnya salah karena banyaknya sawmil liar menyebabkan penebangan secara liar juga marak terjadi.

Berdasarkan data Walhi Indonesia di sepanjang Sungai Barito Alalak beroperasi sekitar 129 industri kayu, terdiri dan 14 industri plywood. Daya serap Industri Kayu Alalak terhadap tenaga kerja, lebih dari 18.000 pekerja baik yang ditampung disektor formal maupun informal.

Dengan keterbatasan bahan baku saat ini menyebabkan banyak usaha gulung tikar dan pengangguran di kawasan ini semakin meningkat sehingga pemenuhan bahan baku dalam jangka pendek sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan usaha dan menekan pengangguran.

Mengatasi kelangkaan bahan baku dan mengingat di sepanjang sungai Barito di dekat Pulau Alalak beroperasi juga industri plywood, maka kebutuhan bahan baku bagi Industri rakyat dapat diatasi dengan sistem tata niaga penyediaan bahan baku log maupun kayu rijek dengan para industry kayu olahan.

Besarnya kebutuhan yang harus dipasok oleh indutri kayu olahan kepada industri kayu rakyat dapat diatur oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah yang mewajibkan industri kayu olahan mensuplai bahan baku kepada industri kayu rakyat dalam jumlah tertentu sesuai kesepatan bersama


Selain itu dalam jangka panjang industri kayu Alalak juga perlu dikaji kembali untuk memiliki hak dan mengolah HPH yang ditinggalkan dan HTI dengan bantuan dan binaan dari pemerintah atau setidaknya pemerintah memfasilitasi kontrak suplay bahan baku antara industri kayu Alalak dengan masyarakat pengelola HTI
Dukungan Peraturan Terhadap Industri Kayu Alalak Dalam Jangka Panjang
Nasib industri perkayuan informal kini semakin tak menentu karena memang tidak ada aturan yang menatanya. Dalam khazanah industri kehutanan, industri rakyat itu tidak memenuhi persyaratan dan pasti akan kena dampak kebijakan restrukturisasi karena tidak ada jaminan bahan baku.
Kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini memang lebih mengarah pada bagaimana menyediakan suplai bagi kebutuhan perusahaan HPH. Pemerintah memang hanya mengejar target-target ekspor tanpa memperhatikan mekanisme penyediaan kayu lokal.

Saat kayu semakin langka, dalam jangka panjang sebaiknya pemerintah juga tidak membiarkan industri kayu rakyat berdiri tanpa aturan dan pembinaan. Peraturan yang jelas tentang Tataniaga kawasan Alalak akan memudahkan pemerintah untuk mengawasi berdirinya sawmil-sawmil liar yang merugikan penerimaan pajak daerah (PAD). Selain itu pembinaan dari pemerintah diharapkan juga bisa meningkatkan peran kawasan ini tidak hanya sebagai pengolah bahan mentah tetapi juga menjadi bahan setengah jadi dan aneka produk terkait seperti mebel, kapal dll yang berkwalitas dan memilki daya saing sehingga meningkatkan nilai jual dan kesejahteraan masyarakat Alalak.
Tidak bisa dipungkiri keberadaan sawmill liar menyebabkan kasus penebangan liar marak terjadi selain itu juga menumbuhkan mental kriminal dan budaya tidak profesional dikalangan usaha kayu di Kawasan Alalak yang kurang mendidik bagi SDM masyarakat Alalak baik dimasa sekarang maupun dimasa akan datang.

Guna kelangsungan usaha kawasan Alalak diperlukan sebuah tata niaga agar warga Alalak bisa menjalankan usahanya dengan tenang dan focus tanpa terhalang peraturan- peraturan yang ilegal. Peraturan tersebut merupakan payung hukum berupa peraturan daerah yang mengaturnya tentang Tataniaga Industri Kayu Rakyat memuat secara lengkap tentang :
a. Tata kelola lingkungan
b. Penyediaan bahan baku
c. Manajemen usaha
d. Kebijakan harga dan perpajakan
e. Pasar


Penutup
Sudah Saatnya semua instansi terkait duduk bersama untuk membenahi tata niaga perdagangan kayu rakyat agar pengusaha para pekerja kayu di kawasan Alalak memiliki kepastian penghasilan dan masa depannya.
Era hutan sebagai industri di Kalimantan Selatan sudah berakhir karena hutan Kalsel semakin habis. Kalimantan Selatan sekarang memasuki era pengamanan hutan alam dan rehabilitasi karena kawasan hutan yang rusak telah mencapai lebih dari 500.000 hektar kondisi ini mudah-mudahan memberikan kesadaran kita bersama khususnya untuk masyarakat Kalimantan Selatan hutan harus dilestarikan, tata niaga niaga yang jelas bagi industri kayu rakyat Alalak mudah-mudahan mampu turut serta mengamankan hutan dari penjarahan dimasa depan.

WALHI Kalsel Position Paper on UFS

Banjarbaru, 11 September 2006. Investasi pembangunan pabrik kayu serpih (PT MAL) di Kalimantan Selatan ternyata menimbulkan berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat. Pabrik ini berada di desa Ale Ale-Tanjung Seloka Kecamatan Pulau Laut Selatan Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Perusahaan ini merupakan salah satu dari anak perusahaan dari UFS selain PT Marga Buana Bumi Mulia (PT MBBM) untuk pabrik bubur kertas [1] dan PT Hutan Rindang Banua (PT HRB) untuk perusahaan HTI yang berada di Kalimantan Selatan. UFS (United Fibre System) Singapore adalah konsorsium asing yang beranggotakan perusahaan dari delapan negara yang berkantor pusat di Singapura.
Berbagai permasalahan tersebut antara lain terjadinya konflik penguasaan lahan antar perusahaan dengan masyarakat yang mencuat pada pertengahan tahun 2005 dan sampai dengan saat ini masalah ganti rugi lahan masyarakat masih belum terselesaikan. Hal ini sangat merugikan masyarakat di desa-desa sekitar tapak projek industri kayu serpih tersebut. Permasalahan lain yang timbul adalah masalah tenaga kerja, dimana janji perusahaan (PT. MAL) untuk mengambil tenaga kerja dengan prosentasi lebih besar berasal dari masyarakat sekitar projek, pada kenyataannya hanya beberapa orang penduduk saja yang diangkat menjadi pekerja pada penerimaan tenaga kerja pada bulan Juli yang lalu, sebagian besar tenaga kerja justru berasal dari luar daerah. Dalih perusahaan bahwa masyarakat lokal tidak memiliki skill, keterampilan dan pendidikan yang memadai sehigga tidak dapat diterima menjadi pekerja diperusahaan tentu saja mengecewakan masyarakat, sebab menurut sumber-sumber dari masyarakat sebelumnya perusahaan berjanji untuk mempekerjakan para pemuda daerah tersebut di perusahaan.
Masyarakat di 5 (lima) desa sekitar tapak projek (Desa Ale Ale, desa Sungai Bahim, desa Sungai Bulan, desa Teluk Sirih dan desa Tanjung Seloka) juga kecewa dengan sikap perusahaan yang tidak transparan dalam memberikan informasi tentang industri yang mereka bangun dan juga tidak pernah mengajak masyarakat terlibat dalam melaksanakan Analisi Dampak Lingkungan perusahaan, sampai saat ini tidak ada sosialisasi tentang Amdal dari perusahaan pada masyarakat.
Mengenai ketersediaan bahan baku saja, sampai saat ini masih belum terjawab dengan tuntas, dimana klaim UFS bahwa 'kebun kayu' untuk pasokan bahan bakunya seluas 50.000 ha yang notabene adalah HTI Inhutani II menjadi satu permasalahan tersendiri, dimana pada kenyataannya luasan HTI Inhutani II di Semaras yang disebut-sebut sebagai HTI penyuplai bahan baku hanya seluas 29.141 ha, belum lagi HTI ini juga merupakan HTI penyuplai bahan baku untuk Kiani Kertas di Kalimantan Timur, sehingga sangat mustahil mampu mendukung kapasitas produksi industri yang direncanakan mencapai 600.000 ton/thn.
Selain permasalahan real yang terjadi dengan masyarakat, sebenarnya pembangunan industri ini di Kalsel masih perlu di pertanyakan mengenai status legalnya, karena sampai saat ini belum mendapatkan ijin dari menteri kehutanan untuk pembangunan industri kayu serpih. Ijin legalitasnya hanya sampai pada ijin HO (ijin gangguan) untuk pelabuhan khusus dari Bupati Kotabaru, namun kenyataanya mereka sudah melakukan pembangunan pabriknya. Padahal dalam pembangunan industri kehutanan dengan kapasitas di atas 6000 m3 per tahun harus mendapatkan ijin dari Menteri Kehutanan dengan rekomendasi oleh Gubernur melalui dinas kehutanan propinsi.[2] Berdasarkan hal tersebut Bapedalda Propinsi Kalsel menolak usulan AMDAL yang di ajukan oleh PT. MAL.
Berkaitan dengan hal tersebut, WALHI Kalimantan Selatan menyatakan agar pembangunan industri tersebut dihentikan. karena pembangunan industri tersebut penuh dengan manipulasi, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menutupi bahan baku produksi industri tersebut akan mengambil dari hutan alam. Belum lagi masalah pengabaian ketaatan terhadap hukum yang dilakukan karena salah satu yang menyebabkan krisis sektor kehutanan dan kerusakan lingkungan yang terjadi sekarang adalah ketika aturan hukum disalahgunakan melalui kekuatan modal dan konspirasi politik.

INDUSTRI KAYU KALSEL KIAN TERTATIH-TATIH
Posted on Oktober 27, 2007 by hasanzainuddin
Banjarmasin (ANTARA News) – Bila dua dasawarsa lalu Kalsel masih bangga miliki “segudang” industri kayu lapis berorientasi ekspor, maka kini yang tersisa tak lebih dari kenangan belaka.
Kebanggan yang kini berubah menjadi jeritan dan rintihan itu bukan saja terdengar dari pengusaha sendiri, tapi juga menimpa ribuan pekerja, baik yang terpaksa dikeluarkan (PHK), maupun gajinya dikurangi dari sebelumnya secara sepihak.
Itu semua terjadi akibat keserakahan manusia yang tak mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, dengan menguras habis kayu di hutan.
Data menunjukkan Kalsel memiliki sekitar 1,6 juta hektar (ha) hutan, 751.252 ha di antaranya hutan lindung, dan sisanya (900.000 ha) hutan produksi. Itu hanyalah hitungan di atas kertas, tetapi diperkirakan kondisi sebenarnya sangat jauh dari itu.
Persoalannya, dengan luas hutan yang masih tersisa, mampukah Kalsel menyediakan bahan baku bagi 18 unit pabrik kayu yang semuanya tergolong berskala besar?
Mereka membutuhkan bahan baku kayu sedikitnya 2 juta M3 per tahun, padahal dari luas hutan Kalsel paling banter hanya bisa diperoleh 200 ribu M3 saja per tahun.
“Sudah tahu kemampuan segitu, kenapa dulu mendirikan pabrik sebanyak itu, dengan investasi tak terhingga. Itu namanya keserakahan,” demikian sering terdengar celotehan sinis dari masyarakat setempat.
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Sony Partono, mengakui bahwa Kalsel kini sangat sulit memenuhi kebutuhan pabrik akan bahan baku, karena kayu di hutan sana sangat kurang.
Untuk memenuhi kebutuhan industri kayu Kalsel, jutaan M3 kayu gelondongan kini dipasok dari luar Kalsel, seperti Kaltim, Kalteng, Sulawesi, Maluku, Jawa, Papua, Sumatera, bahkan untuk lapisan atas kayu lapis ada yang didatangkan dari luar negeri.
Kondisi itu diduga dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memasok kayu ilegal, sehingga kasus `illegal logging` (penebangan kayu liar) marak di wilayah ini, katanya.
Menurut catatan lain, penebangan kayu secara ilegal ini terus berlangsung di Kalsel, sehingga memperparah kerusakan hutan. Terakhir, sedikitnya 500 ribu ha lahan Kalsel sudah rusak akibat penebangan kayu ilagal tersebut.
Penebangan kayu itu tak lagi mengindahkan keramahan lingkungan. Pelakunya bahkan sampai membabat kayu di hutan lindung, termasuk di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam, yang merupakan hutan resapan air Bendungan Riam Kanan.
Bendungan ini juga merupakan sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sumber air bersih penduduk kota Banjarmasin dan sekitarnya.
Dulu, kebutuhan Kalsel akan kayu industri cukup mengandalkan jenis kayu ekonomis saja seperti meranti. Namun, kini kayu apa pun dibabat habis, termasuk tanaman buah-buahan, untuk lapisan tengah kayu lapis (plywood).
Keluhan tentang kian habisnya kayu buah-buahan antara lain diutarakan warga di kawasan Kabupaten Balangan, Tabalong, dan Hulu Sungai Tengah (HST). Saking rakusnya, kayu buah-buahan langka pun mereka sikat.
“Banyak pohon `lahung` (buah famili duren warna kulit merah) usia ratusan tahun ditebang guna diolah menjadi papan. Padahal buah itu khas Kalimantan dan langka, hingga sekarang sulit ditemui lagi,” kata Abdullah, warga Balangan memberi contoh.
Tanaman lain yang juga ikut menjadi korban adalah pohon kemiri, kecapi, hambawang ((famili mangga-manggan/mangevera), kupang, pampakin, serta pohon lain yang bentuk batangnya besar.
Akibat sulitnya kini mencari bahan baku kayu, banyak perusahaan kayu Kalsel sekarat. Dari 18 pabrik kayu lapis, empat di antaranya sudah gulung tikar, sementara 14 lainnya kini kehidupannya sudah kembang-kempis. Sebelumnya, ke-18 perusahaan itu masing-masing mempekerjakan sekitar 2.000 buruh.
Menurut pengusaha kayu lapis, mereka beroperasi sebenarnya kasihan terhadap nasib buruh saja, karena kalau mereka di-PHK perusahaan juga harus memberikan pesangon dalam jumlah yang relatif besar.
“Yang penting bagi kami, industri tetap jalan setidaknya mampu untuk menutupi biaya operasi, serta menampung kehidupan ribuan buruh itu,” kata pengusaha yang enggan disebutkan namanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalsel, Adi Laksono, menyatakan beberapa faktor yang menyebabkan pasokan kayu Kalsel menurun, antaranya kayu di hutan kurang, ditambah aturan pengurangan jatah tebang hutan (JTH) Kalsel dari 56 jadi 52 ribu M3 per tahun.
Bukan hanya pabrik kayu lapis skala besar menjerit kekurangan kayu, tapi juga kehidupan industri kecil kayu gergajian milik rakyat kecil.
Sebagai gambaran, dari 1500 unit industri gergajian rakyat, kini tinggal 450 unit saja.
Pihak industri kayu gergajian setempat pernah melakukan unjuk rasa ke DPRD Kalsel belum lama ini, untuk memprotes ketentuan pemerintah tentang pembatasan pemanfaatan kayu.
Unjuk rasa itu antara lain dilakukan pengusaha serta buruh industri gergajian di Desa Alalak pinggiran kota Banjarmasin.
Mereka mendesak agar pemerintah membolehkan penggunaan kayu limbah (paparan) dibuat kayu gergajian, guna menghidupi kelanjutan usaha yang telah mereka geluti secara turun-temurun itu.
Bukan hanya ribuan pekerja kayu gergajian mengganggur akibat kesulitan bahan baku itu, ribuan buruh pabrik kayu lapis juga terpaksa dirumahkan selama beberapa tahun belakangan ini.
Kepala Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) Kalimantan Selatan, M.Kurdiansyah mengakui dalam tahun 2005 saja, 450 karyawan terkena PHK, belum termasuk korban pada tahun-tahun sebelumnya yang jumlahnya ditaksir mencapai ribuan orang, sebagian besar kasus PHK itu terjadi di lingkungan perusahaan kayu.(*)
tautan: http://www.antara.co.id/arc/2006/1/6/industri-kayu-kalsel-kian-tertatih-tatih

http://yphindonesia.org/index.php/berita/618-berbenah-setelah-kayu-dilarang?widthstyle=w-thin
SEBUAH plang kecil terbuat dari papan kayu bertuliskan Welcome to Kampung Wisata berdiri kukuh. Lokasinya di tapal batas antara Kelurahan Alalak Selatan dan Kuin Utara, wilayah utara Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Bila dibandingkan dengan kondisi setahun lalu, kehidupan warga di permukiman kumuh tepi Sungai Barito itu sepintas tidak banyak berubah. Samaseperti kondisi permukiman miskin di banyak daerah, kampung ini hanya memiliki jalan sempit, penuh lubang, plus pemandangan rumah-rumah desa yang dibangun ber-dempetan.
Namun, saat masuk lebih dalam, ada sedikit perbedaan dari lingkungan lain. Sejumlah pria dan perempuan dewasa terlihat sibuk mengerjakan aneka kerajinan. Konon, kegiatan inilah yang mampu menopang perekonomian mereka.
"Dulu warga di sini banyak menganggur karena industri kayu terpuruk," tutur Soleh, 45, warga Alalak Selatan. Tangannya terampil bekerja membuat kerajinan perahu hiasan.
Mayoritas warga tepi Sungai Barito ini sejak dulu mengandalkan mata pencarian dari industri kayu skala kecil atau handsaw. Mereka menjadi pemilik atau yang kurang beruntung bekerja sebagai buruhnya.
Seiring dengan makin sulitnya bahan baku dan gencarnya operasi penertiban oleh polisi,industri kayu yang mencapai ratusan buah bergelimpangan. Hanya sedikit yang mampu bertahan.
Usaha transportasi sungai juga ikut tergerus menyusul semakin berkurangnya jumlah pekerja industri kayu yang memanfaatkan jasa transportasi dengan perahu. Nasib yang sama menimpa pasar terapung yang selama ini memberi pemasukan warga tepi sungai. Kegiatan jual beli di sungai juga semakin berkurang. Karena itu, beberapa tahun ini, kondisi warga tepi Sungai Barito identik dengan kemiskinan.

METODE PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Konsep dan metode pembelajaran orang dewasa adalah dengan membelajarkan orang dewasa melalui pendidikan orang dewasa harus dilakukan dengan metode dan strategi yang sesuai yang disebut dengan metode andragogi. Orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Harus dipahami bahwa orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri.
Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri.
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya.
Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa yang notabene tidak menduduki bangku sekolah. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong bagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987).


Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja mempunyai arti penting bagi para pendidik dan tenaga pendidik pendidikan nonformal dalam menghadapi orang dewasa sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi sebagai ilmu yang memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar. Secara singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai siswa.
Kegiatan pendidikan baik melalui jalur formal ataupun luar nonformal memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat nonformal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah pandangannya yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Tetapi di lain dengan perubahan yang yang sangat cepat seperti inovasi dan perkembangan teknologi, perubahan sistem, budaya, ekonomi, dan perkembangan politik. Maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika remaja akan menjadi usang ketika ia dewasa. Hal ini menuntut perubahan yang berkelanjutan (sustainability) bagi pendidik.

Prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa
Prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa dan kendala –kendala yang sering dialami dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut;
1. Pada banyak praktek, pembelajaran untuk orang dewasa dilakukan sama saja dengan pemelajaran anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada suatu definisi pendidikan sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang dewasa dengan berbagai latar belakang budaya adalah sebagai pribadi yang sudah matang, dan mempunyai kebutuhan lain dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya. Mereka merasa malu untuk belajar, apalagi kalau yang mengajar mereka lebih muda dari mereka.
2. Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengembangankan pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang, dan berkesinambungan.
3. Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan setiap usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang dewasa yang berada di sekeliling, terhadap dirinya.
4. Pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri; atau, kalau meminjam istilah Rogers dalam Knowles (1983), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau, kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization).
Uraian di atas sesuai dengan konsepsi Rogers dalam Knowlws (1983) mengenai belajar lebih bersifat client centered. Dalam pendekatan ini Roger mendasarkan pada beberapa hipotesa berikut ini yang merupakan rekomendasi dalam proses pelaksanaan pendidikan yang mengandung pendidikan:
1. Bahwa setiap individu hidup dalam dunia pengalaman yang selalu berubah dimana dirinya sendiri adalah sebagai pusat, dan semua orang mereaksi seperti dia mengalami dan mengartikan pengalaman itu. Ini berarti bahwa dia menekankan bahwa makna yang datang dari makna yang dimiliki. Dengan begitu, belajar adalah belajar sendiri dan yang tahu seberapa jauh dia telah menguasai sesuatu yang dipelajari adalah dirinya sendiri. Dengan hipotesa semacam ini maka dalam kegiatan belajar, keterlibatan peserta didik secara aktif mempunyai kedudukan sangat penting dan mendalam.
2. Seseorang belajar dengan penuh makna hanya apabila sesuatu yang dia pelajari bermanfaat dalam pengembangan struktur dirinya. Hal ini menekankan pentingnya program belajar yang relevan dengan kebutuhannya, yaitu yang memberi manfaat bagi dirinya. Artinya tidak sekedar memperoleh pengetahuan, tetapi yang lebih pokok adalah memperoleh keteramplian yang dapat menunjang hidupnya saat itu.
3. Penciptaan iklim yang menyenangkan, penerimaan, dan saling bantu dengan menanamkan kepercayaan dan tanggung jawab.
4. Perbedaan persepsi setiap individu diberikan perlindungan. Ini berarti di samping perlunya memberikan iklim belajar yang aman, juga perlu pengembangan otonomi kepada setiap individu.
Dalam hal ini, terkandung di dalamnya perwujudan yang ingin dikembangkan dalam aktivitas kegiatan pendidikan. Pertama untuk mewujudkan pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang bersangkutan. Tambahan pula, bahwa pendidikan mencakup segala aspek pengalaman belajar yang diperlukan,
Dengan demikian hal itu dapat berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran yang tampak pada adanya perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian kemampuan/keterampilan yang memadai. Di sini, setiap individu yang berhadapan dengan individu lain akan dapat belajar bersama dengan penuh keyakinan. Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan, merupakan hasil dari adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi perubahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau keterampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya. Pertambahan pengetahuan saja tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya mampu melahirkan perubahan ke arah positif berupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan berkesinambungan.
Perubahan perilaku dalam pembelajaran terjadi melalui adanya proses pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini, sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan produktivitas yang lebih meningkat. Bagi peserta didik pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar, sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih ke arah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih masih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya.
Artinya setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan), sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanaan, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu rasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri. Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan jati dirinya membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus diciptakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan.
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri; atau, kalau meminjam istilah Rogers dalam Knowles (1983), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau, kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization).
Seperti telah disebutkan di atas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa yang sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya sendiri.
Namun, tidak hanya orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga memiliki kebutuhan semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959) mengenai perkembangan psikologi dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat memecahkan masalah-masalah verbal yang kompleks atau secara singkat sudah tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy) yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan dan membanding-bandingkan. Nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual. Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan.
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa setiap orang (tidak hanya orang dewasa) memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengaham masa remaja individu mengembangkan apa yang dikatakan "pengertian diri" (sense of identity).
Selanjutnya, Rogers (1983) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut.
Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.
Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.













DAFTAR PUSTAKA

Aliasar (2005). Diskriminasi Dalam Pelayanan Pendidikan pada Sekolah Inklusif. Makalah disampaikan pada Seminar Analisis dengan peserta dari Dinas / Instansi terkait dalam pengembangan Pendidikan Nasional., Padang.

Aliasar dan Jamaris Jamna (2005). Catatan dari bahan perkuliahan Pendidikan Berkelanjutan. Padang: Program Doktor Pascasarjana-UNP.

Maslow, Abraham H.1966, Motivation And Personality, New York : Harper And Row Publishers.

Piaget, J. (1970). Genetic Epistemology. New York: Columbia University Press

Rogers, Everett M.1983. Diffusion of Inovation, London : MacMillan Pub.

Komisi Internasional Tentang Pendidikan untuk abad XXI, 1996, Belajar : Harta Karun di Dalamnya, Laporan Kepada UNESCO, Jakarta, Komisis Nasional Indonesia untuk UNESCO

UU.Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, BP. Cipta Jaya

Young, Kimbal. 1980 Social Psychology, Apleton Century

Sabtu, 09 April 2011

Obama

Obama


Aku lupa... siapa namanya, pokoknya keluarga soentoro, mungkin Maya Soentoro. Adalah saudara tiri dari Barack Obama yang kini menjadi presiden ke-44 Amerika yang muda, berwibawa dan energik. Di salah satu stasiun TV dikatakan bahwa, Soentoro sangat mudah berkomunikasi dengan Obama saat ia belum memasuki dunia politiknya yaitu menjadi senator. Memang saat di awal-awal menjadi senator, Soentoro masih dapat berkomunikasi dengan baik dengan Barack. Namun semakin lama ternyata kedudukan Barack membuat Soentoro semakin sulit berkomunikasi. Soentoro harus memaklumi Barack karena situasi tersebut. Barack sekarang menjadi orang yang sangat populer.

Kamis, 07 April 2011

KONSEP IMUNISASI HALAL HALALAN THAYYIBAN

KONSEP IMUNISASI HALAL HALALAN THAYYIBAN
1. Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang memaksimalkan pembangunan dan pemeliharaan sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.
2. Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang meminimalkan dan menghilangkan zat yang bersifat menurunkan kerja sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.
3. Menjauhkan dan menghentikan asupan nutrisi yang bersifat menurunkan pembangunan dan pemeliharaan sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.
4. Tidak memberikan vaksinasi yang mengandung Toksin/Racun bahan berbahaya yang menjadi ancaman kesehatan manusia.
a. Kimiawi Sintetis
b. Logam Berat (Heavy Metal)
c. Hasil Metaboit parsial
d. Toksin Bakteri
e. Komponen dinding sel
5. Tidak memberikan vaksinasi dan obat-obatan yang mengandung bahan yang haram secara syari’at.
a. Alkohol dan turunannya, yang bersifat seperti alkohol, yaitu yang apabila dikonsumsi secara banyak akan memabukkan.
b. Tidak mengandung Darah, daging Babi, dan hewan yang ketika disembelih tidak menyebutkan nama Allah.
c. Tidak daging yang diharamkan menurut syari’at, contoh: Binatang Buas, Bertaring, bangkai dll.
d. Tidak dikembangbiakkan di dalam darah hewan apapun, daging babi, dan di dalam makhluk hidup yang diharamkan menurut syari’at.
6. Membiasakan untuk mengkonsumsi menu makanan sehari-hari yang bersifat membangun sistem kekebalan tubuh manusia.
7. Membiasakan untuk tidak mengkonsumsi menu makanan sehari-hari yang bersifat menururnkan sistem kekebalan tubuh manusia. (Diambil dari www imunisasi halal.com)








Berikut cuplikan wawancara antara Hidayatullah dan KH Ma’ruf AMin selaku Ketua Komisi Fatwa MUI (halaman 23)
H: apa benar vaksin yang diedarkan tahun lalu terdapat unsur haram? M: vaksin yang dipakai untuk imunisasi polio tahun lalu memang terdapat unsur haram (karena mengandung porcine/tripsin babi)
H: lalu, tanggapan MUI saat itu?
M: kalau (bahan babi itu) memang ada penggantinya, kita tidak akan izinkan. tapi menurut Dep Kes (pengganti itu) tidak ada. yang ada hanya bahan itu. apabila yang sepenuhnya halal tidak ada, tidak ada alternatif, padahal polio itu sangat berbahaya dan bahanya cukup besar, maka kita menyatakan itu boleh karena darurat
H: apa maksudnya boleh karena darurat?
M: zat itu (tripsin babi) tetap haram, tapi diperbolehkan karena kondisi darurat
H: apakah ini berarti vaksin menjadi halal?
M: kita tidak menghalalkan yang haram. sementara kita gunakan yang haram karena darurat. sampai sekarang belum ada (vaksin) yang halal untuk polio. karena ini darurat, ya kita pakai. begitu juga dengan (vaksin) campak
H: apakah depkes sudah meminta fatwa MUI tentang vaksin campak? M: perasaan saya belum. untuk campak, kita belum membuat apa2
H: bagaimana dengan penggunaan ginjal kera dan janin bayi hasil aborsi sebagai media pebiakan virus untuk vaksin?
M: iya, itu ya haram. itu memang tidak diperbolehkan.
H: apa pertimbangan MUI menyatakan kedaruratan masalah ini?
M: pressentasi dari depkes memang menakutkan kalau itu dibiarkan. polio merupakan bahaya. yang katanya darang fari sudan ke jeddah, lalu ke sukabumoi, terus menjalar ke mana2. bahaya polio sedemikian mengancam, generasi kita akan menjadi generasi polio kalau tidak divaksinasi
H: apakah ada rekomendasi yang MUI berikan kepada pemerintah?
M: kita minta pemerintah mengupayakan obat (vaksin) yang sepenuhnya halal. jadi, ini hanya untuk sementara
H: bagaimana dengan hadits Rasulullah saw yang menyatakan Allah tidak menjadikan obat dari yang haram?
M: itu kan kaidah umumnya. tapi, kalau yang ditemukan baru yang haram dan juka tidak ditanggulangi akan menimbulkan kesulitan, terpaksa kita gunakan. ini untuk sesaat saja. hanya untuk sementara saja. agama memberikan keluasan, kemudahan, ketidaksempitan. dalam keadanan seperti ini bisa diperbolehkan. soal zat (tripsin babi), tetap haram, tapi diperbolehkan karena kondisi darurat. dalam hal makanan juga demikian. kalau tidak ada yang bisa dimakan pada saat itu kecuali yang haram, maka diperbolehkan. famanidh thirro ghairo baaghin wa laa’aadiin falaa itsma ‘alaihi (barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. QS al-Baqarah: 173)
H: bagaimana dengan orang tua yang menolak anaknya divaksinasi
M: seharusnya tidak menolak. sebab, menurut depkes, kalau ada yang terkena polio, dampaknya akan luas sekali/ penyakit itu akan menyebar. usaha yang dilakukan pemerintah menjadi tidak berguna
H: kabarnya ada perusahaan farmasi swasta yang meminta sertifikat MUI untuk vaksin yang mereka produksi
M: memang ada, tapi kami tidak mai memberikan. karena vaksin itu hanya bisa dipakai kalau yang meminta adalah pemerintah, dalam hal ini depkes. kalau swasta, nanti malah banyak yang minta
H: mengapa demikian?
M: kita tidak mau meproduksi obat-obatan (haram) seperti itu. itu hanya karena darurat. kalau swasta, tidak jelas digunakan


Friday, July 08, 2005
Vaksin penyebab Autis (email dari seorang Ibu)
Buat para Pasangan MUDA. om dan tante yang punya keponakan… atau bahkan calon ibu … perlu nih dibaca tentang autisme.. Bisa di share kepada yang masih punya anak kecil supaya berhati-hati…….. Setelah kesibukan yang menyita waktu, baru sekarang saya bisa dapat waktu luang membaca buku “Children with Starving Brains” karangan Jaquelyn McCandless,MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo.
Ternyata buku yang saya beli di toko buku Gramedia seharga Rp. 50,000,- itu benar-benar membuka mata saya, dan sayang, sayang sekali baru terbit setelah anak saya Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme Spectrum Disorder.
Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis. Selama 6 bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 -
Februari 2002), Joey memperoleh 3 kali suntikan vaksin Hepatitis B, dan 3 kali suntikan vaksin HiB. Menurut buku tersebut (halaman 54 – 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak saya dalam 6 bulan pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990 an.
Vaksin yang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akir tahun 2001. Alangkah sedihnya saya, anak yang saya tunggu kehadirannya selama 6 tahun, dilahirkan dan divaksinasi di sebuah rumahsakit besar yang bagus, terkenal, dan mahal di Karawaci Tangerang, dengan harapan memperoleh treatment yang terbaik, ternyata malah “diracuni” oleh Mercuri dengan selubung vaksinasi.
Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang, sehingga Joey tidak menderita Autisme yang parah. Tetapi tetap saja, sampai sekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapi ABA, Okupasi, dan nampaknya harus dibarengi dengan diet supplemen yang keseluruhannya sangat besar biayanya.
Saya hanya ingin menghimbau para dokter anak di Indonesia, para pejabat di Departemen Kesehatan, tolonglah baca buku tersebut di atas itu, dan tolong musnahkan semua vaksin yang masih mengandung Thimerosal. Jangan sampai (dan bukan tidak mungkin sudah terjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut diekspor dengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai ke puskesmas-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis B, yang sekarang sedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan.
Kepada para orang tua dan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif dengan menolak vaksin yang mengandung Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasi dengan dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yang tidak mengandung Thimerosal.
Juga tolong e-mail ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua, agar tidak mengalami nasib yang sama seperti saya. Sekali lagi, jangan sampai kita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika mereka datang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulit apalagi untuk membiayai biaya terapi supplemen, terapi ABA, Okupasi, dokter ahli Autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan), yang besarnya sampai jutaaan Rupiah perbulannya.
Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan, bahkan ribuan teman- teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuang membebaskan diri dari belenggu Autisme.
“Let’s share with others… Show them that WE care!”







AUTISME & TRANSFER FACTOR
[sumber:Transfer Factor book's by Rita Elkins M.H.]
Autisme mungkin di sebapkan oleh virus terutama virus Rubela yang menyebapkan sejenis demam/campak.
Banyak penyelidik percaya bahwa pertentangan antara sistem imun yang muda dan belum matang dengan virus tersebut menyebapkan perkembangan Autisme. Disamping itu, beberapa kajian mengatakan bahwa autisme sebenarnya mungkin adalah reaksi tak normal terhadap vaksin virus hidup bagi anak-anak yang rentan yang mempunyai sistem imun yang belum matang.
Perawatan Autisme dengan Transfer Factor
20 orang anak-anak autistik yang dirawat dengan Transfer Factor tambahan, 21 anak menunjukan kemajuan tingkah laku dengan baik. 10 orang dari anak-anak tersebut bertambah baik dari segi emosi dan mental, cukup untuk membolehkan mereka memasuki sekolah aliran utama.
Mengapa Anak-Anak Membutuhkan Transfer Factor?
- Anak-anak memiliki sistem imun yang masih lemah dan mudah terserang infeksi yang di dapat dari kehidupan sehari-hari dan juga dari sekolah.
- Anak-anak banyak sekali mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar gula yang tinggi,dan memiliki asupan yang rendah terhadap nutrisi yang penting untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
- Anak-anak mendapatkan infeksi dari lingkungan rumah dan sekolah.
- Infeksi telinga yang meningkat membuat penggunaan antibiotic dosis tinggi meningkat pada anak-anak.
- Penggunaan antibiotic yang berlebihan pada anak-anak menyebabkan sistem imun tidak bekerja optimal,dan membuat tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotic meningkat.
- Transfer Factor adalah alami, aman , tidak menimbulkan efek samping, dan mudah dikonsumsi oleh anak-anak.
- Anak-anak mendapatkan manfaat yang luar biasa dari Transfer Factor di dalam kehidupan mereka.
- Transfer Factor menghemat jutaan rupiah dalam biaya pengobatan Transfer Factor membantu mencegah infeksi berulang seperti flu,amandel dan infeksi telinga.
- Transfer Factor mencegah penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak perlu dengan cara meningkatkan kekebalan dan sistem pertahanan tubuh anak-anak.
- Transfer Factor terbukti aman diberikan untuk anak-anak mulai berumur 1 hari.
- Transfer Factor dapat meningkatkan IQ pada anak-anak .
- Transfer Factor sudah dibuktikan secara sains selama lebih 50 tahun,dan menghasilkan lebih dari 3500 laporan uji klinis oleh para ilmuwan lebih dari 60 negara.
- Transfer Factor sangat dibutuhkan oleh anak-anak mengingat begitu tingginya tingkat stress yang didapatkan anak disekolah,sehingga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh,yang berakibat mudahnya anak-anak terkena penyakit.

Selasa, 05 April 2011

Efek Buruk Kafein Bagi Remaja

Bagi pencinta kopi, minuman ini bisa jadi pendongkrak energi. Aroma dan rasanya yang khas membuat kopi jadi minuman favorit banyak orang.

Ditambah lagi, menjamurnya kedai kopi yang menyediakan beragam sajian kopi juga menambah jumlah penggemar minuman ini. Tak hanya orang dewasa, tapi juga dari kalangan remaja.
Masalahnya, tak hanya kopi, kini remaja juga gemar konsumsi minuman berkafein lainnya, seperti minuman bersoda dan minuman berenergi.

Persentase remaja mengonsumsi minuman berkafein telah meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Data pada 2006 mengungkapkan, remaja dan dewasa muda menghabiskan hampir US$2,3 miliar untuk minuman berkafein selama setahun. Dan pada 2007, National Coffee Association menemukan, 31 persen remaja mengkonsumsi kopi.

Namun yang jadi pertanyaan, apakah minuman berkafein berdampak buruk jika dikonsumsi remaja yang masih dalam masa pertumbuhan?

Para ahli gizi merasa khawatir, tentang kebiasaan remaja mengonsumsi minuman berkafein. Tidak sedikit remaja masa kini yang menggantikan makanan dengan minuman berkafein tanpa menyadari kandungan kalori tinggi dalam minuman mereka.

Efek buruk minuman berkafein, menurut pakar kesehatan dapat menyebabkan kecemasan dan insomnia. Tetapi, yang paling berbahaya karena minuman ini bersifat adiktif. Seperti dikutip dari laman The Washington Post, yang mencemaskan, kecanduan ini lebih rentan dialami remaja.

Apalagi, para remaja saat ini kurang memahami isi kandungan dalam minuman yang mereka konsumsi. Sehingga mereka bisa mengonsumsi minuman ini dalam porsi berlebih, yang pada akhirnya bisa membahayakan kesehatan.
• VIVAnews